Hubungan erat antara Amerika Serikat (AS) dan Israel didasari oleh beberapa faktor penting. Inilah yang membuat usaha perjuangan Palestina selalu terhalang. Karena backing AS yang dikenal sebagai polisi dunia membuat zionis israel pongah angkuh dan merasa kuat.
Setidaknya faktor inilah yang membuat AS selalu mendukung kebijakan penjajah israel:
AS mendukung pembentukan negara Israel setelah Perang Dunia II. Hubungan ini semakin menguat setelah Perang 1967, ketika Israel mengalahkan koalisi negara-negara Arab. Kedua negara berbagi nilai-nilai demokrasi dan komitmen terhadap kemakmuran ekonomi serta keamanan regional.
Dukungan terhadap Israel memiliki pengaruh signifikan dalam politik domestik AS, dengan banyak politisi AS yang secara konsisten mendukung hubungan erat dengan Israel.
AS memandang Israel sebagai sekutu penting dalam menghadapi ancaman regional, seperti program nuklir Iran dan kelompok pejuang Islam seperti Hamas.
Meskipun dukungan AS terhadap operasi militer Israel di Gaza telah menuai kritik internasional, AS tetap setia mendukung Israel karena alasan-alasan di atas. Namun, AS juga telah mendesak Israel untuk meningkatkan bantuan kemanusiaan ke Gaza dan mengambil tindakan pencegahan untuk melindungi warga sipil.
Sejarah hubungan Amerika Serikat dan Israel dapat ditelusuri sejak masa Kekhalifahan Turki Utsmani hingga saat ini. Berikut adalah beberapa poin penting dalam perkembangan hubungan kedua negara:
Kekhalifahan Turki Utsmani menguasai wilayah Palestina selama kurang lebih tiga abad, hingga kekalahannya dalam Perang Dunia I pada tahun 1917. Setelah itu, wilayah tersebut berpindah ke tangan Kekaisaran Inggris.
Pada November 1917, Inggris mengeluarkan Deklarasi Balfour yang mendukung pembentukan “rumah nasional” bagi bangsa Yahudi di Palestina. Hal ini menjadi cikal bakal terbentuknya negara Israel di kemudian hari. Ini adalah bukti bahwa barat lah yang mewujudkan penjajahan israel yang berjalan hingga hari ini.
Setelah Perang Dunia II dan Holocaust, Amerika Serikat mendukung kuat Resolusi Pembagian PBB pada November 1947 yang menyerukan pembentukan negara Yahudi dan Arab di wilayah Palestina. Itulah kenapa saya setuju dengan pernyataan bahwa israel lahir dan disahkan oleh PBB.
Jadi untuk apa berharap solusi Palestina kepada PBB?
Presiden Harry S. Truman memberikan pengakuan de facto terhadap Israel segera setelah negara tersebut menyatakan kemerdekaannya pada 14 Mei 1948. Amerika Serikat menjadi negara pertama yang mengakui kedaulatan Israel.
Pada dekade 1950-an, Israel mulai menggambarkan dirinya sebagai sekutu Amerika Serikat atas dasar kesamaan nilai demokrasi liberal dan warisan budaya Yahudi-Kristen.
Pada pertengahan 1960-an, Israel mulai dianggap sebagai proksi strategis kekuatan Amerika di Timur Tengah dalam konteks Perang Dingin.
Sejak 1960-an, hubungan Israel-AS berkembang dari “sikap moral” menjadi memperlakukan Israel sebagai “aset strategis” hingga mengadopsi kebijakan “kerja sama strategis”.
Pada tahun 1985, Israel mendapatkan status “sekutu utama non-NATO”, yang memberikan akses ke sistem persenjataan yang lebih luas dan kesempatan untuk mengajukan penawaran kontrak pertahanan AS.
Hingga saat ini, Amerika Serikat tetap menjadi sekutu utama Israel di Timur Tengah. Meskipun terkadang terjadi ketegangan, fondasi hubungan kedua negara cukup kuat untuk mengatasi krisis yang mungkin timbul.
Hubungan AS-Israel terus berkembang dalam berbagai bidang, termasuk kerja sama militer, ekonomi, dan teknologi, meskipun terkadang terdapat perbedaan pandangan dalam isu-isu tertentu seperti penyelesaian konflik Israel-Palestina.
Amerika Serikat telah berkali-kali menggunakan hak vetonya untuk memblokir resolusi-resolusi PBB yang membela Palestina atau mengkritik Israel. Berikut rinciannya:
Jadi, total resolusi PBB yang membela Palestina atau mengkritik Israel yang diveto oleh Amerika Serikat setidaknya berjumlah 45 resolusi, dengan 4 veto terbaru terkait gencatan senjata di Gaza sejak Oktober 2023.
Jika kita mengembalikan permasalahan ini kepada kaca mata Islam, maka :
Memang, solusi ini mendapatkan kritik karena dianggap menyederhanakan masalah, mengabaikan realitas politik internasional, dan berpotensi memperparah konflik. Banyak pihak menilai solusi damai melalui negosiasi dan diplomasi lebih realistis untuk menyelesaikan konflik Palestina-Israel.
Namun, fakta membuktikan :
Oleh karena itu, sudah saatnya kaum muslim melirik dan memperjuangkan solusi yang Islami. Solusi yang dilahirkan dari dalil-dalil Islam dan keimanan akan aqidah Islam.